JIKA melintas di Jembatan Palu 1, cobalah tengok ke sebelah kanan, tepatnya di Bantaran Sungai Palu, atau lebih tepatnya lagi di depan Rumah Susun Sewa (Rusunawa).
Beberapa kontainer bekas berderet di sana. Sejauh ini, paling tidak hingga tulisan ini dibuat, jejeran kontainer itu telah dipermak sedemikian rupa sehingga berbnetuk lapak usaha, atau kerennya disebut cafe.
Belum terkonfirmasi dari pihak berwenang, tapi sepertinya bantaran sungai yang masuk wilayah administratif Kelurahan Ujuna itu akan dibuat kawasan wisata kuliner, karena dari posisi dan bentuk permakan kontainernya, semuanya dibuat menyerupai lapak cafe.
Jalan di kawasan itu yang tadinya hanya berupa paving blok, kini sudah ditingkatkan menjadi semen cor dan luasnya ditambah beberapa meter.
Sepertinya memang asyik menikmati kuliner atau segelas kopi di tempat itu jika sudah jadi, sembari menikmati suasana pinggir sungai yang sudah dikeruk sedimentasinya.
Lebih asyik lagi, atau malah menjadi beruntung lagi kalau berada di tempat itu dan tiba-tiba ada buaya lewat atau nangkring di sekitarnya. Hitung-hitung, dari pada menjadi penyebab macet karena ingin menyaksikan buaya dari atas jembatan, mending melihatnya dari dekat dari cafe-cafe itu. Itu kalau memang benar nantinya di situ ada cafe.
Ini terobosan penting bagi Pemkot Palu jika kawasan bantaran sungai itu memang hendak ditata. Bercermin dari kota-kota di luar Sulawesi atau sekalian bercermin dari negara seperti Belanda, Swiss dan sebagainya, kota-kota mereka yang dibelah oleh sungai, menjadikan bantaran sungai itu sebagai sarana meregangkan otot saraf.
Kita berharap saja benar adanya agar Kota Palu yang banyak orang mengesankan sebagai “satu orang satu matahari” punya peneduh, minimal peneduh mata. (bmz)
